Rabu, 16 Juni 2010

Personal Dilema "Kita Selamanya"

Eluh tawa kita dulu masih terasakan sampai saat ini. Canda itu, masih menyisakan tawanya. Setiap hari hanya ada manis cacian yang berujung nganga bahakan. Derita, sering kita ciptakan sendiri demi terwujud sebuah guyonan. Tak elak korban kejahilanpun sering berjatuhan, ada yang hanya tertawa, tapi ada juga yang menitikan air mata. Semua itu hanya demi waktu satu tahun yang kita miliki bersama dan yang tak kan pernah terulang lagi, sedetikpun ! Teman, pahit manis perjuangan tlah kita rasakan bersama. Bersama-sama tlah kita tunjukan rasa kekeluargaan kita dengan segala macam cara.
Dan lalu ku buka lembar demi lembar kegembiraan kita di kelas. Memadukan dengan tawa kalian yang keras saat dapati temanmu gagal menangkap mimpi di balik harapan yang tlah ditorehkannya. Saat lonceng tlah berdentang pertanda dimulainya pelajaran, kawan kita belum hadir, selalu kita ributkan alasan apa yang tepat kita celotehkan agar teman kita bisa masuk kelas, dan belajar bersama kita di ruangan itu. Saat waktu ulangan tiba, solidaritas kita benar-benar teruji. Tak kenal apa dan siapa, bantuan pasti kan diberikan. Tak jarang dering bahkan bunyi handphone terdengar di sudut-sudut kelas, penegas bahwa transaksi sedang berlangsung. Robekan kertas kecilpun sering beredar paralel dari satu ke yang lain. Inilah kita, dengan segala kekompakan beserta kepolosannya. Kenyataannya, kita adalah tawa, kita adalah nada, dan kita adalah irama yang terangkai dari kebersamaan yang kita bina. Dan bagiku kalian tetaplah sosok hebat yang tak kan tergantikan, sosok-sosok pertama yang ku dapat saat dunia putih abu-abuku baru dimulai. Ingin aku rasakan semua ini sampai kapanpun, sampai nanti, dan jika boleh kumeminta aku ingin sampai mati.
Detik terakhir kebersamaan kita hampir menjelang, gurat sedih air mata sering kita rasakan tertera di wajah lusuh kita yang terjejal oleh beratnya beban tugas dan seluruh tetek mbengeknya. Setahun hampir berlalu, bahkan mungkin saat catatan ini kau baca, kisah kita memang nyata tlah berakhir. Di hari itu, saat kita tahu kemana nantinya kita kan ditempatkan, aku bahagia, sangat bahagia, menyaksikan mimik ekspresi kegembiraan penuh syukur dari beberapa kawan yang berhasil dengan apa yang diingnkannya, meskipun sekaligus sebagai awal mulanya kita terpisahkan oleh dinding jarak. Tapi sudahlah, sebab mungkin apa yang paling kalian kasihi darinya akan nampak lebih nyata dan lebih arif dari kejauhan, seperti halnya gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran.
Dan akhirnya sampailah kita pada waktu yang tak disangka-sangka, saat takdir itu nyata-nyata tlah membentang di depan mata. Saat waktu tak dapat di tawar-tawar lagi. Saat doa,mata,tangan dan mulutpun tak berhasil meminta-minta. Saat hati perih, ketika memiliki penjelasan mengapa telah bersama. Tapi kehidupan harus diempuh seperti yang telah Dia gariskan. Ketentuan harus dijalani. Hingga kita terbata-bata melihat kenyataan. Adalah perpisahan yang membentang. Dan tak ada seorangpun yang dapat disalahkan. Takdir kita tlah dituliskan, dan ingin bertanya apa maksud Tuhan ? Mengapa kita dipertemukan dengan cara seperti itu ? Dan mengapa kita dipisahkan dengan cara seperti ini ? Hingga kebersamaan itu menjadi tak ada. Hingga kita tahu bahwa kita terpisah. Ketika buku takdir-Nya tlah dibuka kemarin.
*slamat jalan sahabat,, sampai jumpa di lain hari dengan kesuksesan yang kita bawa atas pilihan kita

0 komentar: